Kamis, 05 Februari 2015

Soal: Batas Pengobatan Orangtua
Kana yth.,
Kami dua bersaudara menghadapi soal yang rumit. Ibu kami sudah meninggal dunia, tinggal ayah yang kini berusia 75 tahun dan sakit serta tak sadar.
Adik saya dan saya sendiri hidup pas-pasan. Saya sudah menjual mobil dan rumah untuk membiayai pengobatan ayah yang tak kunjung sembuh. Kami tak tahu lagi apa yang harus kami buat, juga sebagai balas budi.

(S&M)

Jawab:

 Sdr.S dan M yth.

1. Anda sudah banyak berkurban. Seandainya ayah Anda sadar dan dapat mengatakannya, 
    saya kira ia akan berkata: “Sudah cukup, pakailah uang itu untuk keperluan keluargamu
    sendiri. Berapa lama tambahan waktu aku hidup di dunia ini dan dalam keadaan yang
    bagaimana? Mau apa lagi? Tugasku sudah selesai. Biarlah aku dibebaskan dari pende-
    ritaan dan perkenankanlah aku meninggal”.

2. Tentulah timbul beberapa soal dalam hati Anda:
   a. Bagaimana kewajiban anak terhadap orangtuanya. Saya ingat akan hukum IV:
      “Hormatilah ibu bapamu”.
   b. Bagaimana ajaran Gereja Katolik dalam hal ini (kesehatan dan menghormat
       orangtua)?
3. Sikap Gereja Katolik sering kurang dipahami pelbagai pihak.
   a. Dengan gigih Gereja membela kehidupan manusia, maka tak menyetujui tindakan
       yang dianggap kurang menghargainya, misalnya penelitian sel punca yang menghan-
       curkan embrio, meskipun demi penyembuhan sejumlah penyakit.  
       Posisi Gereja ditegaskan lagi dalam dokumen baru (Desember 2008) yang berjudul
       “Dignitas Personae”.
   b. Posisi Gereja Katolik jelas bukan hanya dalam soal canggih, melainkan dalam soal
       biasa seperti aborsi dan eutanasi.

4. Tetapi Gereja Katolik tidak ekstrem, melainkan masuk akal.
    Hidup dan kesehatan adalah anugerah dan tugas sekaligus, dari awal sampai akhir.
    Dalam moral katolik dibedakan antara pengobatan (“to cure”) dan perawatan (“to
    care”).
    Pemeriksaan kesehatan oleh dokter dapat sampai pada kesimpulan bahwa pasien tak
    dapat disembuhkan, sehingga pengobatan sia-sia belaka, bahkan menimbulkan banyak
    penderitaan.
    Dalam hal pengobatan dihentikan, perawatan harus terus jalan. Dengan perawatan
    dimaksudkan pemberian makan-minum, kebersihan dan kenyamanan sebisa-bisanya.

5. Tak seorangpun dapat dituntut melebihi kemampuannya.
    Maka jika orang tak mampu membayar rekening pengobatan ayahnya, mau apa lagi?
    Sayang bahwa seringkali benar di Indonesia: “Orang miskin harus mati lebih dulu”.
    Mungkin baik juga terus terang mengatakan kepada dokter (atau rumah sakit)
    bahwa Anda tidak mampu memikul biaya pengobatan.

6. Tanggung jawab atas hidup
   a. Manusia wajib memelihara hidup sejak pembuahan sampai kematian alamiah.,
      dengan cara-cara proporsional (seimbang).
   b. Hidup manusia biasanya campuran suka-duka, dan mempunyai aneka keterbatasan.
       Setiap hidup dalam dunia fana ini terbatas kurun waktunya. Pada suatu saat manusia
       pasti akan mati; kita tidak tahu kapan dan bagaimana.
   c. Dalam sejarah ada banyak contoh terkenal, seperti: Ramon Sampredo (1943-1998),
       Karen Ann Quinlan (1954-1985), Terri Schiavo (1963-2005)  Piergiorgio Welby 
       (1945-2006), Eluana Englaro (1970-2009).
   d. Tetapi ada jauh lebih banyak kasus kurang terkenal.

7. Batas terapi
   a. Kewajiban memelihara hidup tidak mati-matian (“at any cost”),
       melainkan menurut prinsip proporsionaslitas.  
   b. Prinsip proporsionalitas
       Saya hindari istilah yang dulu sering dipakai “sarana biasa dan luarbiasa” karena da-
       pat menimbulkan salah paham yang dijernihkan Takhta Suci, misalnya pemberian
       makan minum secara canggih seperti terjadi di Amerikan Serikat. Pada tanggal 1-8-
       2007 Takhta Suci menjawab: wajib memberi nutrisi artifisial dan menghindari de-
       hidrasi untuk mencegah kematian.
       Proporsionalitas meliputi:
1)      Perlunya sarana
2)      Kecocokan sarana
      3)   Tidak berlebihan

   8. Beberapa sumber acuan:
       1997: Katekismus Gereja Katolik art.2266-2267
       2007: Jawaban Kongregasi Ajaran Iman soal nutrisi artifisial
       2008: Dignitas personae
                                                                                  Teriring salam dan doa
                                                                                     PG untuk dan a.n. KANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar