Rabu, 04 Februari 2015

PERAN HATI NURANI
Oktaviano Nandito Guntur*

Pernahkah dalam keluarga, para Ibu dan Bapa mengajarkan pada anak-anaknya apa itu hati nurani? Saya jamin, tentu itu sudah dilakukan terus-menerus. Kata-kata seperti: “Dengarkanlah hati nuranimu, ikutilah hati nuranimu” pasti sudah  sering terucap. Kata ini mempunyai makna yang dapat dipergunakan untuk membuat seorang anak menjadi lebih dekat dengan keluarganya.
Hati nurani adalah bagian terdalam atau inti hati manusia. Maksud saya, bukanlah hati yang terdapat pada tubuh fisik kita yang disebut juga “liver”. Hati yang dimaksudkan di sini adalah pusat perasaan-perasaan halus kita yang berada di rongga dada. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan dalam Kitab Suci bahwa setiap manusia didiami oleh Allah. Hati inilah yang mau saya katakan sebagai  Zat Tuhan. Karena hati nurani itu sendirilah yang menjadi penentu mana yang baik dan mana yang benar.
Sehubungan dengan peran hati nurani dalam kaitannya dengan peristiwa kehilangan, saya yakin bagi siapapun yang mengalami suatu “kehilangan” besar pastilah akan mengalami duka nestapa yang besar juga. Saya pernah mengalami kehilangan yang besar dan mengalami masa-masa dimana semua itu terasa suram dan begitu gelap, seakan tak ada setitik cahaya pun yang nampak. Tetapi dalam keadaan itu, saya menjadi sadar saat membaca injil tentang orang buta yang disembuhkan oleh Yesus.
Orang buta tak mampu melihat. Tetapi bukankah orang itu hanya tak mampu melihat? Dia  masih mampu berjalan dan menggunakan indera-inderanya yang tidak rusak atau masih normal. Maksud saya, ketika orang itu buta, dia barangkali jauh lebih berkembang pada indera perabanya dari pada orang-orang normal. Pada dasarnya orang yang mengalami kehilangan besar akan menjadi seperti buta dan kalang kabut. Tetapi bukankah masih ada alternatif lain.
Kita masih punya hati nurani yang tak satupun manusia yang bisa merampasnya dari kita. Tetapi herannya, mengapa masih ada penjahat serta para remaja yang ketagihan obat-obatan terlarang ? Ini semua terjadi karena pada dasarnya hati nurani mereka tertutup oleh lumpur dosa.
Lalu, bagaimana cara membersihkan lumpur dosa yang menciptakan kubangan yang menjebak dan membuat seorang remaja tak berdaya? Langkah pertama adalah, seharusnya para orang tua mengajak mereka untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, bukannya lepas tangan dan membiarkan mereka tanpa pendampingan yang intens. Kedua, orang tua perlu mendoakan mereka. Inilah senjata ampuh setelah yang pertama. Dengan berdoa kepada Tuhan dapat dipastikan, lama-kelamaan seorang remaja akan berubah karena kuasa kerahahiman-Nya. Tuhan adalah terang cahaya bagi kaum kafir dan sinar penyelamat bagi umat-Nya.
Sudah jelas dikatakan, hati nurani kitalah yang menjadi pembeda antara benar dan salah. Semakin peka kita, semakin tahu kita mana yang benar dan mana yang salah, karena hati nurani itu adalah Allah itu sendiri.
Dalam hidup berkeluarga peran logika tetap penting untuk mengkiritisi berbagai peristiwa hidup yang dialami. Namun realitas menyatakan bahwa seringkali rasionalitas membawa kita jauh dari Tuhan. Dalam ziarah kehidupan ini, sebaiknya hati nurani tetap dijadikan sebagai nahkoda dan rasio menjadi pelaksananya. Jadi untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan untuk memaknai kehidupan keluarga dengan segala kompleksitasnya, hendaknya  hati nurani tetap dijadikan sebagai nahkoda utama yang akan menuntun ke arah jalan yang benar.** 

*Siswa SMA. Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko
                                                    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar