Maria
Veronika Liana Kurniawati
Hikmah
dalam kehancuran
Gempa
bumi yang mengguncang Yogyakarta tahun 2006 ikut pula mengguncang usaha Maria
Veronika Liana Kurniawati (46). Barang dagangannya yang berupa kristal hancur
berkeping-keping. Liana pun merugi ratusan juta rupiah.
Air mata masih
membayang di pelupuk mata ibu dua putera yang awet muda ini ketika mengingat
peristiwa kelam yang terjadi delapan tahun yang lalu itu. 27 Mei 2006
pukul 06.00 pagi Liana dan suaminya, Timoteus Setyawan (48) dikagetkan dengan
getaran yang cukup keras hingga membangunkan mereka dari lelap. Ternyata ada
gempa bumi. Mereka berdua langsung
melompat dari tempat tidur dan berlari menuju ke kamar anak-anaknya yang saat
itu masih berumur 10 tahun dan 8 tahun. “Dengan panik, kami berdua membangunkan
mereka dan menyuruh keluar dari rumah. Dengan
susah payah kami menuruni tangga dan keluar dari rumah. Gempa yang cukup
dahsyat itu membuat kami terjatuh setiap kali kami berusaha melangkah,”
kenangnya menerawang jauh.
Liana dan Setyawan mempunyai tiga
toko yang menjual Bohemian Kristal. Dua di Mall dan satunya lagi di rumah. Dari lantai dua rumahnya, mereka bisa melihat
kristal-kristal itu meluncur keluar dari lemari-lemari pajangan. Barang-barang
seperti bingkai foto dan patung-patung melompat sampai 2 meter.
“Kami harus berlari melewati
puing-puing kristal dan barang pecah belah yang berantakan di lantai. Setelah
sampai di luar kami pun bergabung dengan tetangga dan tidak berani lagi masuk
ke rumah. Kedua putera kami mempunyai trauma yang amat dalam” ungkap pasangan
yang menikah pada 20 Juni 1993 di Gereja SPM Ratu Rosario Suci Katedral
Semarang ini.
Beberapa hari setelah Yogyakarta
diguncang gempa, Liana diijinkan menengok tokonya di mall. Sebelumnya mall
langsung ditutup karena menghindari penjarahan pada saat pintu dan kaca mall
pecah semua. Dengan dikawal beberapa satpam mall, Sarjana Sastra Inggris
ini melihat kondisi tokonya yang porak
poranda. Betapa hancur hatinya ketika melihat hampir semua dagangannya pecah berantakan.
Persendiannya lemas seketika “Kerugian yang sangat besar membuat saya tidak
berani menghitung berapa rupiahnya. Saya menjadi lemas, pikiran saya mendadak
buntu. Saya tak tahu lagi harus berbuat apa. Masa depan seolah ikut pecah
berantakan. Saya lalu berpikir bagaimana melunasi hutang-hutang saya,”
ceritanya getir.
Liana menjadi sangat stres hingga
tiba-tiba tekanan darahnya melonjak sampai 200/135. Ia langsung dilarikan ke
Rumah Sakit. “Dalam keputusasaan, saya memberontak pada Tuhan seraya berteriak
“Mengapa saya, Tuhan? Apa salah saya?,” jeritnya tak sanggup menanggung beban.
Liana mengakui sungguh tak mudah
menghadapi kenyataan pahit ini. Peristiwa ini terasa mengiris-ngiris hatinya.
Perjuangannya memulai usaha kristal dari nol sampai berkembang menjadi tiga
toko hancur tak bersisa. Seumpama sebuah roda,
hidupnya pun menggelinding turun. Di lembah keputusasan dan tidak tahu
bagaimana memutar kembali roda perekonomian mereka. Liana dan Setyawan saling
menguatkan. Setyawan tak hentinya menenangkan dan menghibur pasangan jiwanya
ini.
Lama kelamaan, Liana bisa berpikir
jernih. Temaram yang melingkupinya sedikit demi sedikit berganti terang. Ia mulai sujud syukur karena di tengah musibah
yang demikian hebat, ketika banyak orang kehilangan anggota keluarga dan tempat
tinggal, mereka sekeluarga boleh diselamatkan. “Harta masih bisa dicari, tapi
keluarga tidak ada gantinya,” ungkapnya menegarkan dirinya.
sekeluarga terus melanjutkan hidupnya. Di tengah penderitaannya, tangan Tuhan tetap
terulur padanya. Lewat berbagai cara, Liana mampu melunasi hutang-hutangnya. Setelah
kejadian itu, wanita berwajah oriental ini berhenti berjualan kristal dan
berusaha mencari jalan lain untuk mencari nafkah. Ada sebuah lagu yang sangat
tepat menggambarkan perasaannya saat itu.
God Oh, God will make a way
Where there seems to be no way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me
Where there seems to be no way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me
Sesuai dengan lagu berjudul God will make a way, Liana dan suami
mendapat ide untuk merintis usaha pabrik air minum (AMDK). “Perlahan kami
melangkah lagi. Dengan dukungan Tuhan yang sangat baik pada kami, usaha kami
makin berkembang. Saya pun berbagi tugas dengan suami untuk menjaga
kelangsungan usaha kami ini,” ungkap umat Paroki St Maria tak bercela Kumetiran
Yogyakarta ini.
Liana dan Setyawan menaruh perhatian
bagi perkembangan iman anak muda Katolik. Mulanya ia merasa sedih ketika putera
keduanya, Albert menolak kegereja Katolik dan memilih ke gereja Kristen yang
ada band dan tariannya. Ia ingin membuat
fellowship (persekutuan) untuk anak
muda Katolik, sehingga mereka bisa berkumpul bergembira bersama memuji
Tuhan secara Katolik.
Jadi hari Minggu mereka bisa ke gereja Katolik bersama keluarga mereka. Sebelumnya di hari
Sabtu mereka bisa berkumpul, bersenang-senang bersama teman-teman
mereka yang Katolik, memuji Tuhan dengan
permainan, menyanyi, memainkan alat musik. “Mari kita
kumpulkan dari anak muda dari berbagai siswa sekolah terutama sekolah Katolik.
Kalau Kristen saja bisa membuat persekutuan yang menarik, mengapa kita
tidak bisa?” ungkap
Liana yang bersama suaminya pada 29 Januari 2011 membentuk Catholic Youth
Fellowship (CYF).
Liana dan Setyawan berharap semoga
CYF ini bisa membawa berkat bagi banyak orang. Komunitas ini bisa mencetak
remaja-remaja, yang dalam masa sulit mereka menghadapi masa akil balik mereka,
menjadi orang yang takut akan Tuhan, bertanggungjawab terutama pada orang tua
dan keluarganya, serta berprestasi di sekolahnya dan memiliki pergaulan yang
baik. Liana dan suami mempunyai banyak anak asuh. Dengan bergaul dengan
kaum muda, pasangan ini merasa selalu muda.
“Kami berdua. saling mendukung dalam membangun
dan memelihara CYF. Kami sering berdoa agar Tuhan menyediakan pekerja-pekerja
untuk ladang anggur-Nya. Inilah pelayanan kami sebagai wujud syukur atas kebaikan
Tuhan dalam hidup kami. Kami juga
belajar lebih sabar menjadi orang tua mereka,” ungkap pasangan yang dianugerahi
dua putra yang beranjak dewasa ini.
Lewat kegagalan bisnis, Liana
sekeluarga makin dikuatkan, hubungan mereka makin erat. “Kami boleh saling menghibur di saat duka dan
tertawa bersama di saat gembira. Cobaan diijinkan oleh Tuhan untuk membuat umatNya
makin kuat dan tabah,” ungkapnya disertai senyum. Ia makin menemukan hikmah di
balik temaram hidupnya. Seusai badai langit kan biru.
( Ivonne Suryanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar