Selasa, 03 Februari 2015

Maria Veronika Liana Kurniawati
Hikmah dalam  kehancuran
Gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta tahun 2006 ikut pula mengguncang usaha Maria Veronika Liana Kurniawati (46). Barang dagangannya yang berupa kristal hancur berkeping-keping. Liana pun merugi ratusan juta rupiah.
Air mata masih membayang di pelupuk mata ibu dua putera yang awet muda ini ketika mengingat peristiwa kelam yang terjadi delapan tahun yang lalu itu. 27 Mei 2006 pukul 06.00 pagi Liana dan suaminya, Timoteus Setyawan (48) dikagetkan dengan getaran yang cukup keras hingga membangunkan mereka dari lelap. Ternyata ada gempa bumi.  Mereka berdua langsung melompat dari tempat tidur dan berlari menuju ke kamar anak-anaknya yang saat itu masih berumur 10 tahun dan 8 tahun. “Dengan panik, kami berdua membangunkan mereka dan menyuruh keluar dari rumah.  Dengan susah payah kami menuruni tangga dan keluar dari rumah. Gempa yang cukup dahsyat itu membuat kami terjatuh setiap kali kami berusaha melangkah,” kenangnya menerawang jauh.
Liana dan Setyawan mempunyai tiga toko yang menjual Bohemian Kristal. Dua di Mall dan satunya lagi di rumah.  Dari lantai dua rumahnya, mereka bisa melihat kristal-kristal itu meluncur keluar dari lemari-lemari pajangan. Barang-barang seperti bingkai foto dan patung-patung melompat sampai 2 meter.
“Kami harus berlari melewati puing-puing kristal dan barang pecah belah yang berantakan di lantai. Setelah sampai di luar kami pun bergabung dengan tetangga dan tidak berani lagi masuk ke rumah. Kedua putera kami mempunyai trauma yang amat dalam” ungkap pasangan yang menikah pada 20 Juni 1993 di Gereja SPM Ratu Rosario Suci Katedral Semarang ini.
            Beberapa hari setelah Yogyakarta diguncang gempa, Liana diijinkan menengok tokonya di mall. Sebelumnya mall langsung ditutup karena menghindari penjarahan pada saat pintu dan kaca mall pecah semua.  Dengan dikawal beberapa satpam mall, Sarjana Sastra Inggris ini  melihat kondisi tokonya yang porak poranda. Betapa hancur hatinya ketika melihat hampir semua dagangannya pecah berantakan. Persendiannya lemas seketika “Kerugian yang sangat besar membuat saya tidak berani menghitung berapa rupiahnya. Saya menjadi lemas, pikiran saya mendadak buntu. Saya tak tahu lagi harus berbuat apa. Masa depan seolah ikut pecah berantakan. Saya lalu berpikir bagaimana melunasi hutang-hutang saya,” ceritanya getir.
Liana menjadi sangat stres hingga tiba-tiba tekanan darahnya melonjak sampai 200/135. Ia langsung dilarikan ke Rumah Sakit. “Dalam keputusasaan, saya memberontak pada Tuhan seraya berteriak “Mengapa saya, Tuhan? Apa salah saya?,” jeritnya tak sanggup menanggung beban.
Liana mengakui sungguh tak mudah menghadapi kenyataan pahit ini. Peristiwa ini terasa mengiris-ngiris hatinya. Perjuangannya memulai usaha kristal dari nol sampai berkembang menjadi tiga toko hancur tak bersisa. Seumpama sebuah roda,  hidupnya pun menggelinding turun. Di lembah keputusasan dan tidak tahu bagaimana memutar kembali roda perekonomian mereka. Liana dan Setyawan saling menguatkan. Setyawan tak hentinya menenangkan dan menghibur pasangan jiwanya ini.
Lama kelamaan, Liana bisa berpikir jernih. Temaram yang melingkupinya sedikit demi sedikit berganti terang.  Ia mulai sujud syukur karena di tengah musibah yang demikian hebat, ketika banyak orang kehilangan anggota keluarga dan tempat tinggal, mereka sekeluarga boleh diselamatkan. “Harta masih bisa dicari, tapi keluarga tidak ada gantinya,” ungkapnya menegarkan dirinya.
 sekeluarga terus melanjutkan hidupnya.  Di tengah penderitaannya, tangan Tuhan tetap terulur padanya. Lewat berbagai cara, Liana mampu melunasi hutang-hutangnya. Setelah kejadian itu, wanita berwajah oriental ini berhenti berjualan kristal dan berusaha mencari jalan lain untuk mencari nafkah. Ada sebuah lagu yang sangat tepat menggambarkan perasaannya saat itu.
God Oh, God will make a way
Where there seems to be no way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me
Sesuai dengan lagu berjudul God will make a way, Liana dan suami mendapat ide untuk merintis usaha pabrik air minum (AMDK). “Perlahan kami melangkah lagi. Dengan dukungan Tuhan yang sangat baik pada kami, usaha kami makin berkembang. Saya pun berbagi tugas dengan suami untuk menjaga kelangsungan usaha kami ini,” ungkap umat Paroki St Maria tak bercela Kumetiran Yogyakarta ini.
Liana dan Setyawan menaruh perhatian bagi perkembangan iman anak muda Katolik. Mulanya ia merasa sedih ketika putera keduanya, Albert menolak kegereja Katolik dan memilih ke gereja Kristen yang ada band dan tariannya. Ia ingin  membuat fellowship (persekutuan) untuk anak muda Katolik, sehingga mereka bisa berkumpul bergembira bersama memuji Tuhan secara Katolik.  Jadi hari Minggu mereka bisa ke gereja Katolik bersama keluarga mereka. Sebelumnya di hari Sabtu mereka bisa berkumpul, bersenang-senang bersama teman-teman mereka yang Katolik, memuji Tuhan dengan permainan, menyanyi, memainkan alat musik. “Mari kita kumpulkan dari anak muda dari berbagai siswa sekolah terutama sekolah Katolik. Kalau Kristen saja bisa membuat persekutuan yang menarik, mengapa kita tidak bisa?” ungkap Liana yang bersama suaminya pada 29 Januari 2011 membentuk Catholic Youth Fellowship (CYF).
Liana dan Setyawan berharap semoga CYF ini bisa membawa berkat bagi banyak orang. Komunitas ini bisa mencetak remaja-remaja, yang dalam masa sulit mereka menghadapi masa akil balik mereka, menjadi orang yang takut akan Tuhan, bertanggungjawab terutama pada orang tua dan keluarganya, serta berprestasi di sekolahnya dan memiliki pergaulan yang baik. Liana dan suami mempunyai banyak anak asuh. Dengan bergaul dengan kaum muda, pasangan ini merasa selalu muda.
“Kami berdua. saling mendukung dalam membangun dan memelihara CYF. Kami sering berdoa agar Tuhan menyediakan pekerja-pekerja untuk ladang anggur-Nya. Inilah pelayanan kami sebagai wujud syukur atas kebaikan Tuhan dalam hidup kami.  Kami juga belajar lebih sabar menjadi orang tua mereka,” ungkap pasangan yang dianugerahi dua putra yang beranjak dewasa ini.
Lewat kegagalan bisnis, Liana sekeluarga makin dikuatkan, hubungan mereka makin erat.  “Kami boleh saling menghibur di saat duka dan tertawa bersama di saat gembira. Cobaan diijinkan oleh Tuhan untuk membuat umatNya makin kuat dan tabah,” ungkapnya disertai senyum. Ia makin menemukan hikmah di balik temaram hidupnya. Seusai badai langit kan biru.

( Ivonne Suryanto) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar